PENDEKATAN KESUSASTRAAN
ON 07:29 0 KOMENTAR
Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah
Novel
Cerita/cerpen (tertulis/lisan)
Syair
Pantun
Sandiwara/drama
Lukisan/kaligrafi
PERAN SATRA
Dengan pembatasan yang ugal-ugalan — “sastra adalah semua bentuk ekspresi dengan bahasa sebagai basisnya” — wilayah sastra jadi merebak, merengkuh daerah yang sangat luas. Ke dalamnya sudah tercakup sastra lisan maupun tulisan.
Prosa, puisi, lakon, skenario, skripsi, risalah ilmiah, esei, kolom, berita, surat, proposal, catatan harian, laporan, pandangan mata, pidato, ceramah, transkripsi percakapan, wawancara, iklam, propaganda, doa dan sebagainya semuanya jadi termasuk sastra, karena mempergunakan bahasa.
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Di tahun 60-an, pelajaran kesusastraan masih diajarkan di SMA di semua bagian A,B dan C (budaya, eksakta dan ekonomi). Tetapi posisinya memang hanya sebagai pendukung pelajaran Bahasa Indonesia. Tak jarang jam pelajaran kesusastraan dikanibal oleh pelajaran bahasa.
Hal tersebut dimungkinkan, karena pelajaran kesusastraan tak lebih dari hapalan bentuk-bentuk kesusastraan, riwayat hidup pengarang, judul karya dan sinopsis buku-buku wajib baca. Tak pernah ditelusuri secara mendalam (gurunya tak ada yang terdidik ke arah itu) hakekat kesusastraan itu kaitannya dengan berbagai pemikiran yang ada dalam kehidupan. Jadinya pelajaran kesusastraan – lebih popular disebut pelajaran sastra saja – hanya jadi pelajaran tak berguna. Dihapus juga tidak ada akibatnya.
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Sastra memang memiliki potensi yang hebat untuk menghibur. Dan karenanya sebagai barang komoditi nilainya tinggi. Kaitannya dengan bisnis dan industri juga meyakinkan. Sebuah karya sastra dapat meledak, mengalami ulang cetak setiap tahun dengan oplag raksasa dalam berbagai bahasa.
Namun sastra tidak semata-mata kelangenan, tetapi juga dokumen perjalanan pemikiran yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah. Uncle Toms’s Cabin karya Beecher Stowe yang melukiskan derita dan nestapa budak kulit hitam di Amerika Serikat, telah diakui sebagai salah satu pemicu perang Saudara di Amerika dalam rangka menghapuskan perbudakan.
Dokter Zhivago karya Boris Pasternak melukiskan hidup pelakunya yang bernama Lara yang melambangkan Ibu Rusia. Pemerintah tirai besi Uni Soviet melarang Pasternak menerima hadiah nobel, karena novel itu dianggap sebagai potret Rusia yang tidak dikehendaki oleh pemerintah komunis.
Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdie menimbulkan kegegeran dunia, karena dianggap penghinaan terhadap Islam, sehingga Ayatulah Khomeini menjatuhkan hukuman mati pada penulisnya yang berlindung di daratan Inggris.
Di Indonesia, Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin, menjadi perkara, sehingga HB Jassin selaku Pimpinan Redaksi majalah Horison yang memuat cerita pendek itu diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Sementara Iwan Simatupang, sengaja menulis drama “RT 0 – RW 0” (sekalian dipentaskan oleh para mahasiswanya), dalam rangka memberi kuliah tentang filsafat eksistensialis.
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).
SENI, adalah manifestasi keindahan manusia yang diungkapkan melalui penciptaan suatu karya seni. Seni lahir bersama dengan kelahiran manusia. Keduanya erat berhubungan dan tidak bisa dipisahkan. Dimana ada manusia disitu ada kesenian. Bagaimanakah peranan seni sebagai kebutuhan seni dalam kehidupan manusia.
Apabila kita menyimak ke masa silam dalam kehidupan manusia, kebutuhan akan seni mempunyai peranan yang amat penting untuk mencari kekuatan di luar dirinya yang bersifat magis, sakral dan religius, pun demikian pada masa kini peranan seni telah merasuk ke dalam berbagai segi kehidupan manusia.
Meskipun seni sudah setua kehidupan manusia, namun masih sangat sukar untuk dapat memberikan pengertian hanya dalam beberapa kalimat. Sungguhpun demikian peranan seni dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Inilah letak dari subyektivitas seni, budi manusia tetap berdaya mencari perkembangan baru. Kebudayaan manusia berganti dan selera perorangan serta zaman selalu berubah.
Sepanjang kehidupan manusia dari zaman es sampai kini ternyata gejala seni itu sudah ada, sehingga lahirlah pendapat yang mengatakan, art is a old as mankind( seni berumur setua manusia).
Sudah barang tentu musti ada sebabnya, sehingga seni itu dapat diterima dan bertahan sedemikian oleh dan dalam kehidupan bangsa-bangsa sepanjang zaman. Disinilah seni mempunyai kegunaan dan peranan yang dirasa dan disadari oleh bangsa-bangsa yang mengenalnya.
Pernah terdapat bangsa-bangsa yang belum dapat mengenal (menulis sejarahnya), namun sudah sanggup menghasilkan karya-karya seni yang bernilai tinggi. Ada bangsa yang waktu ilmu pengetahuannya masih berada di tingkat primitif, sudah mempunyai seni yang bertaraf tinggi.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari kesenian. Kesenian itu timbul karena manusia selalu ingin yang indah, dengan jalan menciptakan benda-benda yang indah. Karena keindahan selalu menimbulkan kebahagiaan dan sebagai kodratnya, manusia ingin bahagia.
Sejak zaman pra sejarah manusia sudah mengenal kesenian mendahului lain-lain bentuk kebudayaan. Kesenian sebagai lapisan hidup yang khusus menampakkan diri lebih dahulu. Hal ini kelihatan pada lukisan, topeng dan patung-patung primitif, dongeng-dongen yang tak tertulis dalam lingkungan suku bangsa yang hidupnya masih sederhana dan sebagainya.
Dengan demikian terhiaslah serta terbahagialah hidup manusia dengan seni lukis, seni pahat, seni suara, seni sastra dan lain-lainnya.
PENDEKATAN KESUSASTRAAN
ON 07:29 0 KOMENTAR
Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Yang agak bias adalah pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah
Novel
Cerita/cerpen (tertulis/lisan)
Syair
Pantun
Sandiwara/drama
Lukisan/kaligrafi
PERAN SATRA
Dengan pembatasan yang ugal-ugalan — “sastra adalah semua bentuk ekspresi dengan bahasa sebagai basisnya” — wilayah sastra jadi merebak, merengkuh daerah yang sangat luas. Ke dalamnya sudah tercakup sastra lisan maupun tulisan.
Prosa, puisi, lakon, skenario, skripsi, risalah ilmiah, esei, kolom, berita, surat, proposal, catatan harian, laporan, pandangan mata, pidato, ceramah, transkripsi percakapan, wawancara, iklam, propaganda, doa dan sebagainya semuanya jadi termasuk sastra, karena mempergunakan bahasa.
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Di tahun 60-an, pelajaran kesusastraan masih diajarkan di SMA di semua bagian A,B dan C (budaya, eksakta dan ekonomi). Tetapi posisinya memang hanya sebagai pendukung pelajaran Bahasa Indonesia. Tak jarang jam pelajaran kesusastraan dikanibal oleh pelajaran bahasa.
Hal tersebut dimungkinkan, karena pelajaran kesusastraan tak lebih dari hapalan bentuk-bentuk kesusastraan, riwayat hidup pengarang, judul karya dan sinopsis buku-buku wajib baca. Tak pernah ditelusuri secara mendalam (gurunya tak ada yang terdidik ke arah itu) hakekat kesusastraan itu kaitannya dengan berbagai pemikiran yang ada dalam kehidupan. Jadinya pelajaran kesusastraan – lebih popular disebut pelajaran sastra saja – hanya jadi pelajaran tak berguna. Dihapus juga tidak ada akibatnya.
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Sastra memang memiliki potensi yang hebat untuk menghibur. Dan karenanya sebagai barang komoditi nilainya tinggi. Kaitannya dengan bisnis dan industri juga meyakinkan. Sebuah karya sastra dapat meledak, mengalami ulang cetak setiap tahun dengan oplag raksasa dalam berbagai bahasa.
Namun sastra tidak semata-mata kelangenan, tetapi juga dokumen perjalanan pemikiran yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah. Uncle Toms’s Cabin karya Beecher Stowe yang melukiskan derita dan nestapa budak kulit hitam di Amerika Serikat, telah diakui sebagai salah satu pemicu perang Saudara di Amerika dalam rangka menghapuskan perbudakan.
Dokter Zhivago karya Boris Pasternak melukiskan hidup pelakunya yang bernama Lara yang melambangkan Ibu Rusia. Pemerintah tirai besi Uni Soviet melarang Pasternak menerima hadiah nobel, karena novel itu dianggap sebagai potret Rusia yang tidak dikehendaki oleh pemerintah komunis.
Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdie menimbulkan kegegeran dunia, karena dianggap penghinaan terhadap Islam, sehingga Ayatulah Khomeini menjatuhkan hukuman mati pada penulisnya yang berlindung di daratan Inggris.
Di Indonesia, Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin, menjadi perkara, sehingga HB Jassin selaku Pimpinan Redaksi majalah Horison yang memuat cerita pendek itu diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Sementara Iwan Simatupang, sengaja menulis drama “RT 0 – RW 0” (sekalian dipentaskan oleh para mahasiswanya), dalam rangka memberi kuliah tentang filsafat eksistensialis.
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).
SENI, adalah manifestasi keindahan manusia yang diungkapkan melalui penciptaan suatu karya seni. Seni lahir bersama dengan kelahiran manusia. Keduanya erat berhubungan dan tidak bisa dipisahkan. Dimana ada manusia disitu ada kesenian. Bagaimanakah peranan seni sebagai kebutuhan seni dalam kehidupan manusia.
Apabila kita menyimak ke masa silam dalam kehidupan manusia, kebutuhan akan seni mempunyai peranan yang amat penting untuk mencari kekuatan di luar dirinya yang bersifat magis, sakral dan religius, pun demikian pada masa kini peranan seni telah merasuk ke dalam berbagai segi kehidupan manusia.
Meskipun seni sudah setua kehidupan manusia, namun masih sangat sukar untuk dapat memberikan pengertian hanya dalam beberapa kalimat. Sungguhpun demikian peranan seni dalam kehidupan manusia dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Inilah letak dari subyektivitas seni, budi manusia tetap berdaya mencari perkembangan baru. Kebudayaan manusia berganti dan selera perorangan serta zaman selalu berubah.
Sepanjang kehidupan manusia dari zaman es sampai kini ternyata gejala seni itu sudah ada, sehingga lahirlah pendapat yang mengatakan, art is a old as mankind( seni berumur setua manusia).
Sudah barang tentu musti ada sebabnya, sehingga seni itu dapat diterima dan bertahan sedemikian oleh dan dalam kehidupan bangsa-bangsa sepanjang zaman. Disinilah seni mempunyai kegunaan dan peranan yang dirasa dan disadari oleh bangsa-bangsa yang mengenalnya.
Pernah terdapat bangsa-bangsa yang belum dapat mengenal (menulis sejarahnya), namun sudah sanggup menghasilkan karya-karya seni yang bernilai tinggi. Ada bangsa yang waktu ilmu pengetahuannya masih berada di tingkat primitif, sudah mempunyai seni yang bertaraf tinggi.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari kesenian. Kesenian itu timbul karena manusia selalu ingin yang indah, dengan jalan menciptakan benda-benda yang indah. Karena keindahan selalu menimbulkan kebahagiaan dan sebagai kodratnya, manusia ingin bahagia.
Sejak zaman pra sejarah manusia sudah mengenal kesenian mendahului lain-lain bentuk kebudayaan. Kesenian sebagai lapisan hidup yang khusus menampakkan diri lebih dahulu. Hal ini kelihatan pada lukisan, topeng dan patung-patung primitif, dongeng-dongen yang tak tertulis dalam lingkungan suku bangsa yang hidupnya masih sederhana dan sebagainya.
Dengan demikian terhiaslah serta terbahagialah hidup manusia dengan seni lukis, seni pahat, seni suara, seni sastra dan lain-lainnya.