Aplikasi e-Government untuk Tata Kelola Yang Baik: Dari Perencanaan 
Strategis SI ke Pengembangan SI.
DAFTAR ISI 
1. 
PENDAHULUAN............................................................................................  
2.  PERUMUSAN
MASALAH...............................................................................
 
3. 
METODOLOGI..............................................................................................   
1. PENDAHULUAN 
Dari era industri ke era informasi, adalah lompatan besar
dalam peradaban manusia. Pada era 
informasi,  suatu  informasi 
merupakan  komoditi  strategis  yang 
dapat  berperan  menghidupkan 
suatu perusahaan atau justru mematikannya. Globalisasi
informasi memaksa setiap insan baik 
individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah,
untuk memperhitungkan sistem 
informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di
era globalisasi. 
Dalam  kajian  Kerangka  Teknologi 
Informasi  Nasional  (National  IT  Framework) 
yang 
dilakukan baru‐baru ini, salah satu pilar yang segera harus dibentuk adalah Electronic 
Government  (EGovernment)  for  Good 
Governance  [BAP01]  dengan  tujuan  dapat 
mempercepat  terbentuknya  suatu 
pelaksanaan  pemerintahan  yang  baik,  efisien, 
dan 
efektif. Walaupun kata‐kata EGovernment sudah sering diseminarkan dan didiskusikan, 
tetapi di berbagai kalangan akademis, pengusaha, dan bahkan pemerintah mempunyai 
pemahaman  yang  berbeda  mengenai 
EGovernment  [HAS01].  Secara  sederhana  Heeks 
dalam [HAS01] mendefinisikan EGovernment sebagai berikut: 
“Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan
menggunakan  
Teknologi Informasi (TI) untuk memberikan layanan kepada
masyarakat”. 
Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tujuan utama EGovernment adalah meningkatkan 
efisiensi  dan  kualitas  layanan. 
Menurut  Heeks,  hampir  semua  lembaga 
pemerintah  di 
dunia  ini,  mengalami 
ketidakefisienan,  terutama  di  negara  yang 
sedang  berkembang. 
Pungutan  liar,  pemasukan  dan 
pengeluaran  uang  yang  tidak  dilaporkan, 
antrian 
masyarakat  di  pusat‐pusat  layanan 
publik,  dan  lain‐lain,  merupakan  beberapa 
wujud 
ketidakefisienan tersebut, dimana banyak sekali resources yang terbuang percuma. 
Lebih rinci lagi, Agarwal dalam [HAS01] membagi pengertian EGovernment ke dalam 
lima  tingkatan,  yang  semakin  tinggi 
tingkatannya,  semakin  kompleks  permasalahan 
yang akan dihadapi. 
1. Tingkatan yang paling awal adalah apa yang disebut dengan EGovernment untuk
menunjukkan  “wajah”  pemerintah  yang 
baik  dan  menyembunyikan 
kompleksitas yang ada di dalamnya. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai 
web site yang cantik pada hampir semua institusi pemerintah. Pada dasarnya, E
Government  tingkat awal ini masih bersifat menginformasikan tentang apa dan 
siapa yang berada di dalam institusi tersebut. Dengan kata lain, informasi yang 
diberikan  kepada  masyarakat  luas, 
masih  bersifat  satu  arah.  Kondisi  E
Government yang masih berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk 
membentuk suatu pemerintahan dengan Good Governance. 
2. Tingkat kedua dari EGovernment, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan
interaksi secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. 
Misalnya,  masyarakat  tidak  perlu 
lagi  antri  membayar  tagihan  listrik, 
memperpanjang  KTP,  dan  lain‐lain. 
Semuanya  dapat  dilakukan  secara  online. 
Usaha ke arah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa institusi dipusat maupun 
di daerah. Kabupaten Takalar merupakan salah satu contoh daerah yang sudah 
mulai menerapkan layanan satu atap terhadap masyarakatnya. Komunikasi dua‐
arah antara institusi pemerintah dengan masyarakat sudah mulai terjalin secara 
online.  
3. Level ketiga dari EGovernment, memerlukan kerja sama (kolaborasi) secara
online antar beberapa institusi dan masyarakat. Apabila masyarakat sudah 
bisa  mengurus  perpanjangan  KTP‐nya 
secara  online,  selanjutnya  mereka  tidak 
perlu  lagi  melampirkan  KTP‐nya 
untuk  mengurus  Pasport  atau  membuat  SIM. 
Dalam hal ini perlu kerja sama antara Kantor Kelurahan yang mengeluarkan KTP 
dengan  Kantor  Imigrasi  yang 
mengeluarkan  Pasport  atau  Kantor  Polisi 
yang 
mengeluarkan SIM.  
4. Level keempat dari EGovernment sudah semakin kompleks. Bukan hanya
memerlukan kerja sama antarinstitusi dan masyarakat, tetapi juga menyangkut 
arsitektur  teknis  yang  semakin 
kompleks.  Dalam  level  ini,  seseorang  bisa 
mengganti informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan satu klik, dan 
pergantian  tersebut  secara  otomatis 
berlaku  untuk  setiap  institusi  pemerintah  
yang  terkait.  Misalnya,  seseorang 
yang  pindah  alamat,  dia  cukup  mengganti 
alamatnya  tersebut  dari  suatu 
database  milik  pemerintahan  yang  besar,  dan 
secara otomatis KTP, SIM, Pasport dan lain‐lainnya ter‐update. 
5. Level kelima, dimana pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket
(packaged  information)  sesuai  dengan 
kebutuhan  masyarakat.  Dalam  hal  ini, 
pemerintah sudah bisa memberikan apa yang disebut dengan “informationpush” 
yang berorientasi kepada masyarakat. Masyarakat benar‐benar seperti raja yang 
dilayani  oleh  pemerintah.  Apa 
saja  yang  menjadi  kebutuhan  masyarakat,  E
Government pada level lima ini mampu menyediakannya. 
Disamping itu Forman mendefinisikan EGovernment berdasarkan interaksi
penggunanya sebagai berikut [FOR01]: 
• 
G2C  (Government  to  Citizen),  EGovernment 
yang  diperuntukkan  bagi  layanan 
publik kepada masyarakat. 
• 
G2B (Government to Business), EGovernment yang diperuntukkan bagi kalangan 
bisnis, mengurangi birokrasi dalam usaha. 
• 
G2G  (Government  to  Government), 
EGovernment  yang  diperuntukkan  untuk 
meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi pemerintah. 
Dari hasil survei oleh [WIN03] terhadap 36 situs web yang mendapatkan penghargaan
E-
Government  Award  2003 
yang  diadakan  oleh 
Warta  Ekonomi  No 
22/XIV/25  September 
2002, diperoleh kesimpulan bahwa 99,99% situs web yang
diklaim sebagai bentuk aplikasi E-
Government baru sampai pada tingkat awal yaitu penampakan
“wajah” pemerintah Dati I dan 
II.   Informasi “satu
arah” yang ditampilkan sangat bervariasi, sehingga sulit dilihat tingkat 
kemanfaatan 
situs-situs  tersebut  untuk 
melakukan  koordinasi  maupun 
untuk  pelayanan 
masyarakat. 
Sementara itu, di beberapa negara Eropa dan Amerika sudah mulai menerapkan
E Government pada level keempat, dimana mereka hanya mengumpulkan cukup sekali
saja informasi mengenai masyarakatnya [FOR02, MOO00, JAC01, WIM01].  Salah satu 
penerapan  EGovernment  yang  bisa 
mencakup  pengertian  menurut  [HAS01]  dan 
[FOR01]  adalah  penerapan  sistem 
kependudukan.    Permasalahan  kependudukan 
merupakan salah satu isu yang dapat memanfaatkan konsep EGovernment. Beberapa 
negara Eropa dan Asia seperti Inggris, Austria, dan Singapura telah menerapkan sistem 
EGovernment untuk melayani kebutuhan penduduknya [FIS01, AIC01, ANO01, MOO00]. 
Seperti  halnya  di  negara  lain, 
di  Indonesia  juga  menghadapi  masalah 
kependudukan 
yang  cukup  kompleks.  Departemen 
Dalam  Negeri  (Depdagri),  Badan  Pusat 
Statistik 
(BPS),  Komisis  Pemilihan  Umum 
(KPU),  dan  Badan  Koordinasi  Keluarga 
Berencana 
(BKKBN)adalah  antara  lain  merupakan 
instansi‐instansi  yang  melakukan  pendataan 
penduduk di Indonesia. Namun data yang dikumpulkan masih banyak yang merupakan 
hasil perhitungan proyeksi dan bersifat agregasi [DAR01]. Kelengkapan dan konsistensi 
datanya  juga  sangat  diragukan 
karena  bisa  saja  seseorang  terdata  dan  tercatat 
lebih 
dari satu kali di daerah yang berbeda yang disebabkan lemahnya koordinasi di dalam 
lembaga yang melakukan pendataan tersebut. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah 
adanya perbedaan data yang didapat oleh instansi‐instansi yang berwenang melakukan 
pendataan,  ini    dikarenakan 
metode  yang  digunakan  untuk  melakukan 
pendataan 
penduduk pada setiap instansi berbeda‐beda. BPS misalnya, melakukan sensus setiap 
sepuluh  tahun  sekali.  Namun 
dalam  interval  waktu  tersebut,  data  yang  berhasil 
dikumpulkan  masih  sulit  menjangkau 
daerah‐daerah  terpencil.  Sedangkan  Depdagri 
melakukan  pendataan  penduduk  melalui 
SISKOMDAGRI.  Komisi  Pemilihan  Umum 
(KPU)  baru  baru  ini  melakukan 
sensus  penduduk  pemilih.    Sensus  untuk 
pemilih  ini 
dilakukan  5  tahun  sekali. 
Berbagai  instansi  lain  seperti  Departemen 
Pendidikan 
Nasional  (Depdiknas),  Departemen 
Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  (Depnakertrans), 
dan  Departemen  Sosial  (Depsos) 
juga  memerlukan  data  kependudukan.  Instansi‐
instansi tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan program kerjanya jika 
tidak didukung oleh data kependudukan yang akurat. Akan sulit bagi Depdiknas untuk 
merencanakan program wajib belajar jika tidak ada data yang akurat mengenai jumlah 
penduduk usia sekolah.  
Basisdata kependudukan yang ada pada saat ini belum siap pakai dan tidak memenuhi 
kebutuhan setiap instansi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap instansi, mereka masih 
menggunakan basisdata masing‐masing. Jadi basisdata yang ada belum terintegrasi dan 
tidak mencerminkan data penduduk secara keseluruhan, yang dapat digunakan secara 
bersama‐sama [ZUL02]. 
Selain  itu  proses  penduduk 
yang  ingin  mendapatkan  layanan  yang 
berkaitan  dengan 
dokumen  kependudukannya  juga  tidak 
efisien.  Penduduk  harus  datang  ke  kantor  
 instansi yang bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka butuhkan, belum 
lagi terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut. 
Oleh  karena  itu 
diperlukan  suatu  sistem  informasi  (EGovernment) 
yang  bersifat 
permanen  yang  mampu  melakukan 
proses  registrasi  penduduk,  berisikan  basisdata 
kependudukan yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhan setiap instansi dan 
siap pakai setiap saat. Setiap instansi dapat menggunakan basisdata kependudukan ini 
secara bersama‐sama untuk kebutuhan yang berbeda. Disamping itu sistem informasi 
ini  juga  dapat  dimanfaatkan 
untuk  melayani  penduduk  yang  membutuhkan 
dokumen 
kependudukannya.  Penelitian  ini 
bertujuan  untuk  meneliti  dan  merancang 
serta 
berusaha mengimplementasikan sistem informasi kependudukan di Indonesia dengan 
mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang telah menerapkan sistem tersebut. E
Government yang dikembangkan ini diharapkan termasuk paling tidak pada level ketiga 
dari penggolongan EGovernment menurut Agarwal diatas.
instansi yang bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka butuhkan, belum
instansi yang bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka butuhkan, belum
lagi terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut. 
Oleh  karena  itu  diperlukan 
suatu  sistem  informasi  (EGovernment)  yang 
bersifat 
permanen  yang  mampu  melakukan 
proses  registrasi  penduduk,  berisikan  basisdata 
kependudukan yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhan setiap instansi dan 
siap pakai setiap saat. Setiap instansi dapat menggunakan basisdata kependudukan ini 
secara bersama‐sama untuk kebutuhan yang berbeda. Disamping itu sistem informasi 
ini  juga  dapat  dimanfaatkan 
untuk  melayani  penduduk  yang  membutuhkan 
dokumen 
kependudukannya.  Penelitian  ini 
bertujuan  untuk  meneliti  dan  merancang 
serta 
berusaha mengimplementasikan sistem informasi kependudukan di Indonesia dengan 
mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang telah menerapkan sistem tersebut. E
Government yang dikembangkan ini diharapkan termasuk paling tidak pada level ketiga 
dari penggolongan EGovernment menurut Agarwal diatas. 
2. PERUMUSAN MASALAH 
Dari uraian pada bagian pendahuluan terlihat bahwa masalah yang sering dihadapi oleh 
institusi dalam penerapan sistem informasi e‐Government  di Indonesia adalah: 
- Inisiatif TI masih terpencar, akibatnya pemborosan 
Dalam  penerapan  e-Government, 
masih  banyak  instansi 
pemerintah  yang  berpikir, 
setelah 
menentukan 
critical  success  factors, 
masing-masing  bagian  atau 
departemen  langsung 
membuat strateginya masing-masing kemudian dirinci menjadi
kegiatan yang bersifat taktis 
operasional. 
Salah  satunya  pengadaan 
perangkat  teknologi  informasi 
yang  bila  tidak 
dilakukan  secara  terintegrasi, 
kemungkinan  pemborosan  anggaran 
sangat  tinggi.  Padahal 
hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan investasi yang
telah dikeluarkan. 
- Lack koordinatif 
Setiap instansi memiliki keinginan yang berbeda-beda dalam
penerapan sistem informasi. 
Tidak terjalinnya koodinasi yang baik antar instansi
mengakibatkan pelaksanaan penerapan 
sistem informasi dan teknologi informasi tidak berjalan
dengan efektif. Karena masing-
masing berjalan sendiri tanpa interaksi antar satu bagian
dengan bagian lainnya. 
- Lack detail requirement 
Keinginan yang terlalu umum mengakibatkan hasil yang
didapatkan tidak spesifik. Karena 
pada  awalnya  produk 
atau  jasa  yang 
diinginkan  tidak  begitu 
jelas,  sehingga  setiap 
individu/departemen 
yang  terlibat  tidak 
tahu  persis  hasil 
apa  yang  diinginkan 
sebagai 
keluaran  dari  suatu 
proyek  aplikasi  e-Government. 
Disamping  itu  juga, 
manfaat  yang 
seharusnya didapatkan oleh masyarakat (users) secara
signifikan tidak dapat dipenuhi. 
- Lack political support 
Dukungan secara politik sangat mempengaruhi
berhasil-tidaknya suatu penerapan aplikasi 
sistem informasi. Pada kenyataannya suasana politik,
terutama yang berkaitan dengan: 
dukungan dan alokasi anggaran, yang lemah dalam setiap
rencana penerapan sistem 
informasi. 
- Lack of awareness 
Kurangnya 
kepedulian  terhadap  keberhasilan 
e-Government.  Pemimpin  yang  bertanggung
jawab  dalam  penerapan 
e-Government  terkadang  kurang 
memahami  kepentingan  dari 
masing-masing 
stakeholder  yang  ada 
dan  tidak  mau 
mencoba  melakukan  kolaborasi 
agar 
seluruh 
perbedaan  kepentingan  yang 
dimaksud  dapat  menuju 
kepada  satu  arah 
pencapaian 
visi dan misi e-Government (konvergensi). Setiap pemimpin
yang bertanggung jawab dalam 
pengembangan 
e-Government  harus  memahami 
bahwa  pihak-pihak  yang 
dianggap  sebagai 
stakeholder 
utama  dalam  proyek 
e-Government  antara  lain: 
pemerintah  (lembaga  terkait 
dengan  seluruh  perangkat 
manajemen  dan  karyawannya), 
sektor  swasta,  masyarakat, 
lembaga-lembaga 
swadaya  masyarakat,  perusahaan, 
dan  lain  sebagainya. 
Terlepas  dari 
bermacam ragamnya stakehoder yang ada, yang sering
terlupakan bahwa pada akhirnya yang 
akan  merasakan  manfaat 
atau  berhasil  tidaknya 
e-Government  yang  dilaksanakan 
adalah 
pelanggan. 
- Lack leadership 
Faktor kepemimpinan biasanya melekat pada setiap orang yang
bertanggung jawab sebagai 
pemimpin dari penyelenggaraan suatu penerapan sistem
informasi. Namun masih banyak 
kelemahan dalam hal mengelola: 
•  Beragam tekanan
politik yang terjadi terhadap penerapan aplikasi e-Government baik 
dari kalangan yang optimis maupun yang pesimis;  
•  Kurangnya  sumber 
daya  yang  dibutuhkan, 
seperti  misalnya  sumber 
daya  manusia, 
finansial, informasi, peralatan, fasilitas, dan 
•  Sejumlah
kepentingan dari berbagai kalangan (stakeholders) terhadap e-Government 
yang sedang atau akan dilaksanakan.
3. METODOLOGI
• Kurangnya sumber daya yang dibutuhkan, seperti misalnya sumber daya manusia,
3. METODOLOGI
• Kurangnya sumber daya yang dibutuhkan, seperti misalnya sumber daya manusia,
finansial, informasi, peralatan, fasilitas, dan 
•  Sejumlah
kepentingan dari berbagai kalangan (stakeholders) terhadap e-Government 
yang sedang atau akan dilaksanakan. 
3. METODOLOGI 
1. Identifikasi masalah
Pada  tahap  ini 
dilakukan  identifikasi  terhadap 
permasalahan  yang  ada. 
Dari 
permasalahan 
tersebut  akan  dicoba 
dibuat  hipotesis,  kemudian 
dilakukan  penelitian 
dan  uji  coba 
untuk  membuktikan  hipotesis 
tersebut.  Permasalahan  yang 
telah 
diidentifikasi 
sampai  saat  ini 
dapat  dilihat  pada 
bagian  perumusan  masalah. 
Sedangkan hipotesis penelitian dapat dilihat pada bagian
hipotesis dan manfaat diatas. 
2.  Pengumpulan data
dan sumber pendukung (literatur) 
Pengumpulan  literatur  yang  mendukung 
penelitian  dilakukan  pada  tahap  ini. 
Literatur‐literatur  diambil  dari 
penelitian‐penelitian  sebelumnya  maupun  dari 
jurnal‐jurnal ilmiah, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu Literatur 
yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah tulisan mengenai EGovernment 
yang  ditulis  oleh  Hasibuan 
[HAS01].  Sedangkan  literatur  lainnya  berkaitan 
dengan  EGovernmen  dan  khususnya  mengenai 
kependudukan,  seperti  “Grand 
Design Sistem Informasi KPU”, “National IT Framework”, “Strategi EGovernment” 
di  Amerika  Serikat  serta 
penerapan  E‐Government  di  beberapa  negara 
Eropa 
[BAP01, FOR02, VIL01, KPU02, WAT01, TAM01, FIS01, MOO00, AIC01, WIM01]. 
 Adapun data yang dipergunakan sebagai sampel untuk penelitian, akan diambil 
dari BPS yang merupakan data penduduk hasil sensus. Data propinsi DKI Jakarta 
akan digunakan untuk simulasi pada skala kecil. 
3.  Analisis Kebutuhan,
Perancangan, dan Implementasi 
Pada tahap ini akan dilakukan proses analisa kebutuhan sistem, perancangan 
serat 
implementasi terhadap sistem yang akan dikembangkan. Hal‐hal yang dilakukan 
meliputi:  
  Rancangan
Arsitektur Sistem (Architecture System) 
 
Rancangan Format Data Masukan atau Form‐form Kependudukan
 
Rancangan Relasi antar entitas (Entity Relationship) basis data
 
Rancangan Diagram alur proses dan data sistem (Data Flow Diagram)\
 
Rancangan Antar muka pemakai (User Interface) 
4.  Analisis dan Uji
Coba Sistem 
Setelah  dilakukan  perancangan  dan 
sistem  diimplementasikan,  kemudian  akan 
dilakukan tahapan uji coba. Uji coba direncanakan dilakukan dalam dua tahap. 
Pertama  uji  coba  internal, 
dimana  sistem  akan  diujicobakan  dalam 
lingkungan 
terbatas dan sebagai tester‐nya adalah tim pengembang sendiri. Data‐data yang 
digunakan  pada  tahap  uji  coba 
tersebut  merupakan  data  propinsi  DKI 
Jakarta 
yang  diperoleh  dari  BPS. 
Selanjutnya  dilakukan  integrasi  data  dari 
beberapa 
propinsi.  Kemudian  pada  tahapan 
kedua,  dilakukan  uji  coba  eksternal,  dimana 
sistem akan diuji cobakan pada salah satu instansi yang ada, misalnya kelurahan 
tertentu,  dan  sebagai  tester‐nya 
adalah  pihak  dari  instansi  tersebut. 
Setelah 
diujicobakan  maka  dilakukan  proses 
analisa  kembali  apakah  sistem  yang 
dibangun  sesuai  dengan  kebutuhan, 
untuk  kemudian  dilakukan  proses 
perbaikan. 
5.  Pembuatan Paket
Sistem (Installer) 
Setelah sistem diimplementasikan, dan diuji coba maka
langkah  selanjutnya adalah 
membuat  paket  installer 
dari  sistem  tersebut 
sehingga  sistem  dapat 
digunakan  atau 
diinstall di tempat lain dengan mudah.  
 Tahapan  3, 
4  dan  5 
merupakan  tahapan  yang 
erat  kaitannya  dengan 
pengembangan 
perangkat lunak. Untuk pengembangan perangkat lunak
tersebut, kami gunakan metodologi 
FAST  yang  cukup 
banyak  digunakan  dalam 
pengembangan  suatu  aplikasi. 
Adapun 
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut: 
- Investigasi awal: pada tahap ini ditentukan ruang lingkup dari proyek, batasan-batasan,
partisipan, biaya dan jadwal. Tahap ini bertujuan untuk
menilai kelayakan dari proyek 
tersebut.
- Analisa: pada tahap ini dilakukan analisa permasalahan baik dari segi bisnis dan
tersebut.
- Analisa: pada tahap ini dilakukan analisa permasalahan baik dari segi bisnis dan
teknologi, yaitu dengan mengidentifikasi permasalahan dan
sebab-akibatnya. Dari tahap 
analisa ini akan diperoleh peluang-peluang yang mungkin dan
juga arahan. Beberapa 
hal  yang  dilakukan 
dalam  tahap  ini 
antara  lain:  studi 
ruang  lingkup  permasalahan, 
analisa masalah dan peluang, analisa proses bisnis, serta
penyajian temuan-temuan dan 
rekomendasi. 
- Analisa kebutuhan: Pada tahap ini dilakukan analisa kebutuhan dari sistem yang akan
dibuat, yang meliputi tujuan pengembangan sistem dan
prioritas-prioritas requirements 
sehingga menghasilkan suatu pernyataan business requirements
system. 
- Analisa keputusan: pada tahap ini dilakukan analisa mengenai solusi teknis yang
diperkirakan bisa mengatasi permasalahan sekaligus memenuhi
business requirements. 
Hal tersebut akan digunakan untuk merancang dan
mengimplementasikan sistem yang 
memenuhi segala requirements tersebut. 
- Perancangan: pada tahap ini dilakukan perancangan sistem dari segi teknologi. Hasil
tahap ini adalah berupa model data, model proses, dan model
antar muka.  
- Konstruksi: pada tahap ini akan dilakukan konstruksi sistem, yang terdiri dari
konstruksi basis data dan antar muka serta uji coba terhadap
sistem. Tahap konstruksi 
menghasilkan aplikasi yang siap dijalankan dan memenuhi
semua kebutuhan yang ingin 
dicapai. 
- Implementasi/operasionalisasi: tahap ini nantinya akan dijalankan oleh pemakai dari
aplikasi yang dikembangkan.